Jumat, 06 September 2013

SEJARAH KELAHIRAN ICMI


logo ICMI

Kelahiran ICMI bukankah sebuah kebetulah sejarah belaka, tapi erat kaitannya dengan perkembangan global dan regional di luar dan di dalam negeri. Menjelang akhir dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an, dunia ditandai dengan berakhirnya perang dingin dan konflik ideologi.
Seiring dengan itu semangat kebangkitan Islam di belahan dunia timur ditandai dengan tampilnya Islam sebagai ideologi peradaban dunia dan kekuatan altenatif bagi perkembangan perabadan dunia. Bagi Barat, kebangkitan Islam ini menjadi masalah yang serius karena itu berarti hegemoni mereka terancam. Apa yang diproyeksikan sebagai konflik antar peradaban lahir dari perasaan Barat yang subyektif terhadap Islam sebagai kekuatan peradaban dunia yang sedang bangkit kembali sehingga mengancam dominasi peradaban Barat.
Kebangkitan umat Islam ditunjang dengan adanya ledakan kaum terdidik (intelectual booming) yang di kalangan kelas menengah kaum santri Indonesia. Program dan kebijakan Orde Baru secara langsung maupun tidak langsung telah melahirkan generasi baru kaum santri yang terpelajar, modern, berwawasan kosmopolitan, berbudaya kelas menengah, serta mendapat tempat pada institusi-institusi modern. Pada akhirnya kaum santri dapat masuk ke jajaran birokrasi pemerintahan yang mulanya didominasi oleh kaum abangan dan di beberapa tempat oleh non muslim. Posisi demikian jelas berpengaruh terhadap produk-produk kebijakan pemerintah.
Dengan kondisi yang membaik ini, maka pada dasa warsa 80-an mitos bahwa umat Islam Indonesia merupakan mayoritas tetapi secara teknikal minoritas runtuh dengan sendirinya. Sementara itu, pendidikan berbangsa dan bernegara yang diterima kaum santri di luar dan di dalam kampus telah mematangkan mereka buka saja secara mental, tapi juga secara intelektual. Dari mereka itulah lahir critical mass yang responsif terhadap dinamika dan proses pembangunan yang sedang dijalankan dan juga telah memperkuat tradisi inteletual melalui pergumulan ide dan gagasan yang diekpresikan baik melalui forum seminar maupun tulisan di media cetak dan buku-buku. Seiring dengan itu juga terjadi perkembangan dan perubahan iklim politik yang makin kondusif bagi tumbuhnya saling pengertian antara umat Islam dengan komponen bangsa lainnya, termasuk yang berada di dalam birokrasi.
2. Detik-detik Kelahiran ICMI
Kelahiran ICMI berawal dari diskusi kecil di bulan Februari 1990 di masjid kampus Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang. Sekelompok mahasiswa merasa prihatin dengan kondiri umat Islam, terutama kadena berserakannya keadaan cendekiawan muslim, sehingga menimbulkan polarisasi kepemimpinan di kalangan umat Islam. Masing-masing kelompok sibuk dengan kelompoknya sendiri, serta berjuang secara parsial sesuai dengan aliran dan profesi masing-masing.
Dari forum itu kemudian muncul gagasan untuk mengadakan simposium dengan tema Sumbangan Cendekiawan Muslim Menuju Era Tinggal Landas yang direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 29 September - 1 Oktober 1990. Mahasiswa Unibraw yang terdiri dari Erik Salman, Ali Mudakir, M. Zaenuri, Awang Surya dan M. Iqbal berkeliling menemui para pembicara, di antaranya Immaduddin Abdurrahim dan        M. Dawam Rahardjo. Dari hasil pertemuan tersebut pemikiran mereka terus berkembang sampai muncul ide untuk membentuk wadah cendekiawan muslim yang berlingkup nasional. Kemudian para mahasiswa tersebut dengan diantar Imaduddin Abdurrahim, M. Dawam Rahardjo dan Syafii Anwar menghadap Menristek Prof. B.J. Habibie dan meminta beliau untuk memimpin wadah cendekiawan muslim dalam lingkup nasional. Waktu itu B.J. Habibie menjawab, sebagai pribadi beliau bersedia tapi sebagai menteri harus meminta izin dari Presiden Soeharto. Beliau juga meminta agar pencalonannya dinyatakan secara resmi melalui surat dan diperkuat dengan dukungan secara tertulis dari kalangan cendekiawan muslim. Sebanyak 49 orang cendekiawan muslim menyetujui pencalonan B.J. Habibie untuk memimpin wadah cendekiawan muslim tersebut.
Pada tanggal 27 September 1990, dalam sebuah pertemuan di rumahnya, B.J. Habibie memberitahukan bahwa usulan sebagai pimpinan wadah cendekiawan muslim itu disetujui Presiden Soeharto. Beliau juga mengusulkan agar wadah cendekiawan muslim itu diberi nama Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia, disingkat ICMI.
Tanggal 28 September 1990, sejumlah cendekiawan muslim bertemu lagi dalam rangka persiapan simposium yang akan diselenggarakan bulan Desember. Pada tanggal 25-26 November 1990, sekitar 22 orang cendekiawan yang akan membentuk wadah baru berkumpul di Tawangmangu, Solo dalam rangka merumuskan beberapa usulan untuk GBHN 1993 dan pembangunan Jangka Panjang Tahap kedua 1993-2018 serta rancangan Program Kerja dan Struktur Organisasi ICMI.
Pelaksanaan simposium sempat terganggu oleh gugatan tentang rencana B.J. Habibie sebagai calon Ketua Umum ICMI karena beliau sebagai birokrat. Kepemimpinannya dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap kebebasan para cendekiawan muslim. Tanggal 30 November - 1 Desember, panitia secara khusus mengadakan rapat untuk menjawab isu negatif soal pemilihan Habibie. Dari pertemuan tersebut menghasilkan beberapa komitmen, pertama, berdirinya ICMI merupakan ungkapan syukur umat Islam yang mempu melahirkan sarjana dan cendekiawan. Kedua, untuk memimpin ICMI diperlukan tokoh cendekiawan muslim yang reputasi nasional dan internasinal serta dapat diterima oleh umat Islam, masyarakat Indonesia maupun pemerintah. Ketiga, hanya Unibraw ?salah satu wahana keilmuan- yang cukup pantas melahirkan organisasi itu, apalagi pemerkasanya adalah mahasiswa univeritas tersebut. Halangan juga sempat datang dari aparat keamanan setempat. Dalam rapat gabungan antara penyelenggara, pemda dan aparat keamanan di Surabaya, empat hari menjelang acara, aparat keamanan menyoal pembentukan organisasi tersebut. ICMI, kata mereka harus diwaspadai. Tapi Abdul Aziz Hosein yang menghadiri acara tersebut sebagai panitia penyelenggara mengatakan bagaimanapun ICMI akan terbentuk karena presiden sudah menyetujui dan AD/ART-nya sudah disusun.
Tanggal 7 Desember 1990 merupakan lembaran baru dalam sejarah umat Islam Indonesia di era Orde Baru, secara resmi Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dibentuk di Malang. Saat itu juga secara aklamasi disetujui kepemimpinan tunggal dan terpilih Bahharuddin Jusup Habibie sebagai Ketua Umum ICMI yang pertama. Dalam sambutannya beliau mengatakan bahwa dengan berdirinya ICMI tidak berarti kita hanya memperhatikan umat Islam, tetapi mempunyai komitmen memperbaiki nasib seluruh bangsa Indonesia, karena itu juga merupakan tugas utama.

Kamis, 05 September 2013

KODE ETIK ICMI





Bismillahirrahmanirahim

Mukadimah
Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat ke-Islaman, ke-Indonesiaan, kebudayaan, keilmuan, dan kecendekiawanan. ICMI bercita-cita mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat madani yang bermoral dan berdayasaing agar sejahtera lahir dan batin  berkat  ridha  Allah Subhanahu Wata’ala.
Dalam rangka mewujudkan ketiga sendi karakter di atas, ICMI perlu membangun dan mengembangkan karakter dan budaya keterlaksanaan.
Cendekiawanan Muslim Indonesia  sebagai hamba Allah Subhanahu Wata’ala dan khalifah-Nya mempersembahkan baktinya kepada Allah Subhanahu Wata’ala, sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat.

Pasal 1
Kepribadian Cendekiawan Muslim Indonesia
Cendekiawan Muslim Indonesia adalah pribadi yang :
a.     Beriman dan Bertaqwa.
b.     Ikhlas/Amanah.
c.     Penggalang ukhuwah.
d.     Berjiwa kebangsaan.
e.     Bersikap terbuka.
f.      Demokratis.
g.     Berpikiran luas.
h.     Peduli.
i.      Profesional.
j.      Istiqomah.

Pasal 2
Sikap dan Perilaku Cendekiawan Muslim Indonesia
Cendekiawan Muslim Indonesia sebagai pewaris dan penerus risalah Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam  hendaknya senantiasa berupaya :
a.   Shalat, membaca Al-Quran dan mengamalkan isinya, berinfaq dan menjauhi 
      munkarat.
b.   Bertanggung jawab setiap amanah, menjauhi korupsi dan penyalah-gunaan
      wewenang,
c.   Silaturahmi dan menjaga ukhuwah.
d.  Cinta negeri, cinta bangsa, berkarakter islamiyah dan berketeladanan.
e.  Menghargai perbedaan dan kemajemukan.
f.   Mendorong partisipasi masyarakat dan menjauhi sikap otoriter dan anarkis.
g.  Menjauhi perdukunan dan hal-hal lain yang bersifat mistis dan tahayul.
h.  Proaktif memikirkan dan memecahkan persoalan masyarakat, umat dan bangsa.
i.   Produktif, kreatif, inovatif, tepat waktu, efektif, dan efisien dalam prinsip-prinsip
     kehidupan baik organi/sasi maupun kemasyarakatan.

Pasal 3
Pelanggaran dan Sanksi
a.  Pelanggaran atas kode etik ini diperiksa dan diputus oleh Badan Kehormatan ICMI.
b. Tata cara pemeriksaan dan pemberian putusan oleh Badan Kehormatan ICMI, dan
    jenis-jenis putusan lainnya diatur lebih lanjut dalam ketentuan Majelis Pengurus Pusat  
    (MPP) ICMI, baik sanksi moral pemberhentian dan sanksi-sanksi lainnya.

Pasal 4
Penutup
Cendekiawan muslim Indonesia bertanggung jawab, menaati, dan melaksanakan kode etik ini, sebagai perwujudan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala, serta bertanggung jawab secara etik dan moral.
Ditetapkan di   :  Makassar
H a r i                 :  Selasa
T a n g g a l       :  04 Zulqa’idah 1426 H./ 06 Desember 2005  M.

Falsafah, Prinsip Dasar dan Definisi ICMI



Falsafah Dasar ICMI
1.    Carilah titik temu pendapat para Ormas Islam dan para anggotanya.
2.    Kembangkan titik-titik temu tersebut menjadi garis temu.
3. Kembangkan garis-garis temu tersebut menjadi permukaan – permukaan temu.
4.    Rekatkan sepanjang masa sampai ke akhirat permukaan-permukan temu terseut dengan ajaran kitab suci Al-Qur’an.

Prinsip Dasar ICMI
Adapun Prinsip Dasar ICMI yaitu 5 K :
1.         Meningkatkan Kwalitas Berpikir
2.         Meningkatkan Kwalitas Bekerja
3.         Meningkatkan Kwalitas Berkarya
4.   Meningkatkan Kwalitas Iman dan Taqwa seimbang dengan 
       penguasaan Kwalitas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
5.        Meningkatkan Kwalitas Hidup.

Definisi Cendekiawan ICMI
Cendekiawan ICMI adalah siapa saja yang sangat peduli terhadap lingkungan dan tidak tergantung dari tingkat pendidikan ataupun tingkat pembudayaan yang pernah dialami. Cendekiawan ICMI menerima filsafat dasar dan prinsip dasar ICMI.

Jumat, 30 Agustus 2013

BJ HABIBIE: ICMI SATUKAN POTENSI UMAT



Mantan presiden Indonesia yang ketiga. Bacharuddin Jusuf Habibie saat memberi sambutan pada acara silaturahim Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) di kediaman, Jakarta, Senin (22/7)

Jakarta, 15 Ramadhan 1434/23 Juli 2013 (MINA) – Mantan presiden Indonesia yang ketiga sekaligus pendiri Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Bacharuddin Jusuf Habibie menceritakan bahwa awal mula didirikannya ICMI adalah untuk menyatukan potensi umat Islam yang saat itu membutuhkan tempat untuk berkreasi.
“Kami adalah salah satu dari beberapa orang yang menggagas berdirinya ICMI ini. Pada tahun 1990, kami bersama para tokoh lain berkumpul dan menyepakati pendirian organisasi untuk para cendikiawan muslim di Indonesia,” ungkapnya saat memberi sambutan pada acara silaturahim ICMI di kediaman, Jakarta, Senin (22/7).
B.J. Habibie mengungkapkan bahwa pada waktu itu (tahun 1990) orang yang pertama kali menggagas perlunya wadah untuk para cendikiawan muslim itu bukanlah dirinya, melainkan seorang anak muda, mahasiswa asal Universitas Brawijaya bernama Erik Salman.
“Ia (Salman) mengutarakan kepada saya tentang perlunya sebuah wadah untuk para cendikiawan muslim untuk menjawab tantangan dalam masyarakat. Umat Islam saat itu banyak mempunyai permasalahan, mulai dari ekonomi, sosial, politik, dan masih banyak lagi,” tambah Ketua Dewan Kehormatan ICMI itu.
Ulama yang juga merupakan professor di bidang pesawat terbang itu menjelaskan, Indonesia menjadi salah satu negara yang diperhitungkan oleh masyarakat internasional dengan adanya ICMI ini.
“Dengan adanya ICMI, Indonesia mulai dilirik oleh media-media dunia. Mereka tidak hanya melihat huru hara di Rusia atau di negara-negara Timur Tengah. Dengan hadirnya ICMI, Indonesia menjadi negara yang diperhitungkan masyarakat Internasional,” ungkap wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek itu.

Sumber : Mi’raj News Agency (MINA)